Cerpen: Kenangan yang Berdebu

Matahari baru saja muncul dari Timur. Aku sudah sibuk membereskan kamarku yang sudah lama tak dibereskan sejak aku mulai bekerja. Buku-buku ketika aku masih kuliah dan laporan-laporan kutulis selama masa kuliah aku tumpuk ke dalam kardus yang paling besar. Akan kususun ke rak buku baruku nanti. Barang-barang hobiku aku kumpulkan dalam satu kontainer. Aku juga jadi jarang menyentuh hobi semenjak bekerja. Semoga aku dapat meluangkan waktu untuk hobi lagi. Lalu, aku beralih ke hal yang paling utama untuk hari ini. Mengumpulkan kenangan yang kuciptakan dengan mu yang sudah berserakan di meja, laci, dan lemariku.

Hal yang pertama aku temukan adalah sederet gelang pasangan yang tergeletak di atas meja. Tersembunyi dibalik kertas-kertas kerjaku. Biasanya pasangan itu punya satu barang yang sepasang, tapi kalau kita,sih ada banyak banget. Kau bilang sih biar bisa disesuakan dengan pakaian yang dipakai. Yah, kau saja yang banyak gaya. Dari sekian gelang yang kita miliki, gelang rantai bewarna silver dengan gantungan dog tag menjadi favoritku.
“Kita gak pernah jadi tentara, tetapi kita punya dog tag”, katamu sambil cengar-cengir melihat gelang yang baru selesai terukir.
            “Memang kamu mau jadi tentara?”, tanyaku.
            “Mungkin...”
            “Mungkin?”
            “Jadi tentara di hati kamu supaya gak direbut orang lain.”
            “Haha... Aku gak butuh tentara untuk jagain hatiku.”
            “Ah, gak asyik banget, sih dikasih gombal”,mukamu kesal.
            “Kan sudah ada dog tag yang jadi identifikasi bahwa aku punyamu.”
            “...Sial, kalah aku.”
Kita menertawakan hasil adu gombal kita lalu langsung memakai gelang unik itu.



Kubuka laci dan kutemukan sebuah album foto dan setumpuk foto yang belum kujadikan album. Perlahan aku lihat satu per satu foto tersebut. Tergambar kenangan ketika kita libur bersama. Yang ini waktu pergi ke Yogyakarta. Yang ini waktu pergi ke Bali. Yang ini waktu pergi ke Manado. Kalau yang di dalam album ada foto waktu kita keliling Jakarta. Aku gak sangka kalau keliling Jakarta bisa seseru ini. Banyak tempat keren yang gak pernah kuketahui sebelumnya. Terima kasih sudah mengajakku untuk mengeksplor Jakarta dari sisi yang berbeda. Di halaman paling terakhir album itu terdapat foto kita berdua waktu aku wisuda. Kau membawa poster ukuran A3 bertuliskan “Tidak ada langkah maju yang membawamu mundur”.
“HAHAHA APAAN SIH,INI?”, aku tertawa keras melihat poster yang kau bawa.
            “Ya,langkah maju pasti gak akan mundur lah.”, tambahku.
“Ya, aku harus selalu ingatkan kamu akan hal ini karena kamu sendiri sering lupa.”
“Sering lupa?”
“Kau kan cepat putus asa, makanya aku kasih pengingat seperti ini.”
“Pfft, iya sih. Ya, sudah...terima kasih ya.”
“Kita gak tau langkah ke depan yang kita ambil itu aman atau berjalan mulus. Bisa saja ada ranjau di bawahnya atau bahkan gak ada pijakannya.”
“....”, kau tiba-tiba serius. Menatap langsung ke mataku.
“Tapi aku yakin kau akan banyak belajar dari setiap langkah maju yang kau lakukan. Baik langkah tersebut punya pijakan yang baik atau tidak.”

Sejak saat itu, aku selalu teringat akan perkataanmu. Postermu kupajang di kamarku. Kau benar, aku banyak belajar dari setiap langkah yang aku ambil. Pahit dan manis aku rasakan hingga akhirnya aku berada di puncak karirku saat ini. Dari sekian banyak foto, aku pilih beberapa yang paling berkesan. Foto yang terisi dengan perasaan cinta kita. Kumasukan foto-foto tersebut ke dalam kantong kertas.

Setelah itu aku membuka lebar-lebar lemariku. Aku keluarkan semua isinya karena aku lupa benda itu kutaruh di sebelah mana. Benda itu ternyata memang ada di bagian terdalam lemari ini. Terpendam. Aku melihatnya bagai melihat harta karun. Sebuah botol kaca dengan miniatur kapal di dalamnya. Maaf selama ini aku memendamnya di dalam lemari karena mejaku sudah penuh. Aku ambil botol tersebut dan ketika aku melihat pantulan diriku di botol, aku bisa teringat laut yang bening dan hijau dihiasi langit biru. Kita merangkai kapalnya bersama sambil menikmati udara segar di pantai. Akhirnya kapal tersebut selesai ketika matahari terbenam. Hahaha, ternyata sulit,ya buat barang seperti ini.
“Ini buatmu saja.”, katamu sambil memasukan botol itu ke dalam kotak.
        “Kamu saja yang simpan. Kamarku berantakan dan gak ada tempat untuk pajangan.”
“Gak usah dipajang juga gak apa-apa,kok.”
“Yah, sayang dong kalau gak dipajang.”
“Gak apa-apa. Yang penting kenangan yang ada di dalamnya.”, kau tersenyum sambil menyerahkan kotak tersebut kepadaku.
“Hehe, oke, deh kalau itu maumu.”, aku menggenggam kotak tersebut dengan erat.
Hari itu merupakan salah satu hari yang paling membahagiakan untukku. Bersama-sama kita nikmati kerja keras kita dengan liburan itu. Menghabiskan waktu hanya untuk kita berdua. Mengenang suka duka kita. Semua terangkum dalam kapal dalam botol yang kita buat bersama.

Botol, foto-foto yang sudah kupilih, dan gelang aku masukan ke dalam kotak bingkisan bewarna coklat tua. Dihiasi dengan pita bewarna coklat muda yang terbuat dari kertas daur ulang. Ku angkat kotak tersebut, siap aku masukan ke dalam mobil. Ibu melihatku yang sudah bersiap-siap untuk pergi berkata, “Bagus sekali kotaknya.”. Aku tersenyum pahit, “Ini kan kenangan terindah.” Lalu aku segera masuk ke mobil. Menuju tempat peristirahatanmu. Maaf, kau yang mengajarkan aku untuk terus melangkah maju. Menerima setiap langkah yang baik maupun buruk. Mempelajari setiap langkah yang diambil. Aku tahu bahwa aku tidak akan mampu melangkah ketika aku kehilanganmu dan masih menyimpan kenangan indah denganmu. Karena itu aku harus membakar kenangan ini dan membawanya bersama butiran debumu agar tidak membebani diriku. Ya, bagiku kenangan denganmu menjadi beban sekarang karena hanya aku yang memikulnya. Pikulan yang menghambatku untuk melangkah maju. Aku sedih tetapi aku tidak menyesali hubungan yang telah kita jalani. Hubungan yang membangun hidupku menjadi hidup yang begitu berharga. Mengingat apa yang telah kita jalani bersama, kau pasti tahu benar diriku. Kau pasti paham betul caraku menghadapi ini karena kau yang telah membuat diriku seperti ini. Kalau pun kau kecewa dengan diriku yang sekarang, tetapi inilah diriku.

Sekarang aku berdiri di hadapanmu. Kuletakkan kotak itu di atas dadamu. Air mata tidak bisa aku keluarkan, tetapi hatiku sudah dibanjiri kesedihan. Suasana di krematorium begitu berat. Tetapi aku di sini untuk membawa semua beban berat itu bersamamu. Mendoakanmu agar segala kesalahanmu diampuni oleh yang Mahakuasa. Semoga Ia melihat hal yang terbaik darimu. Tidak lupa aku berdoa agar kau mendapatkan tempat yang baik di sana. Terakhir dariku, aku ingin berterima kasih padamu. Ungkapan yang paling mewakili segala yang aku lewati denganmu.

Comments

Popular Posts